MAJALAHLAPAGO,
WAMENA –
Seorang wanita kelahiran Magelang, Rosa Dahlia, sangat tertarik pada pendidikan
di Papua. Wanita yang kini telah memasuki tahun ke-4 bekerja di Papua ini
begitu kritis ketika melihat pendidikan di Papua tak sesuai dengan kurikulum
pendidikan di Jawa.
Sejak
mengikuti program pendidikan yang mengirim para pengajar di Papua, Rosa makin
tenggelam dalam dunianya. Tiga tahun lalu, ia pernah mendapat tugas mengajar di
gunung. Ia mengamati banyak sekolah tidak aktif dipergunakan untuk kegiatan
belajar mengajar.
“Banyak
sekolah yang tidak aktif. Guru juga banyak yang tidak aktif di lokasi sekolah.
Lebih banyak guru tinggal di kota dibanding di lokasi. Selain itu, kurikulum
yang dipakai Jawasentris,” kata Rosa saat berbagi pengalaman dalam acara
Festival Orang Muda di Gedung Tempo, Jakarta, Sabtu, (5/11/2016).
Menurut
Rosa, kemampuan literasi anak-anak Papua memang kurang, tapi mereka tidak bodoh
dan tidak malas. Ia berpendapat anak Papua hanya butuh diberikan pendidikan dan
bukan diajar dengan gaya Jawa. Wanita lulusan sastra ini memang menyukai
anak-anak.
Pada tahun
2013, ia mengajar di SD Tom, Lanny Jaya. Jumlah siswa ada 30 anak. Sistem
sekolah anak berbanding mirip dengan sistem yang diterapkan di Jawa.
“Waktu itu
kepala sekolahnya bilang, apa yang ada di Jawa harus ada di papua,” katanya.
Gaya
Belajar Papua
Rosa
bercerita ia pernah mengajar di Distrik Poga, sekolah unggulan. Di sana, ia
sangat sulit mengajar bahasa indonesia. Mereka masih terbata-bata.
Akibat
melihat sistem sekolah yang Jawasentris, Rosa memberikan pengajaran yang
berbeda. Sistem mengajar kreatif yang diajarkan Rosa tidak menjauhkan anak-anak
Papua dari daerahnya. “Anak-anak Papua harus dididik dengan gaya Papua, bukan
gaya Jawa,” katanya.
Akhirnya,
ia diberhentikan yayasan mengajar karena tidak bisa mengikuti sistem kurikulum
yang ditetapkan yayasan. Setelah diberhentikan, ia justru terpanggil ke Papua.
Terbang ke Papua dengan biaya pribadi, ia mulai mengaktifkan kembali sekolah di
Lualo, Lanny Jaya, yang sempat tidak aktif.
Rosa pun
berhasil merekrut guru. Aktivitas Rosa sekarang, ia pindah ke Asmat. Proses
masih tahap observasi selama satu bulan. Ia juga menilai sistem sekolah untuk
anak Asmat tidak bisa mengakomodasi kebutuhan dengan pendidikan.
Sebagai
bagian fasilitas, Rosa membuat sekolah Asmat dengan sekolah perahu. Hal ini
karena melihat mereka suka berburu dan melaut. Pengajaran yang diutamakan
berupa baca, tulis, dan hitung.
“Saya ingin
memberikan kesempatan anak-anak Papua untuk belajar. Sebenarnya saya tidak
mendapat dorongan dari orangtua saya untuk mengajar di pedalaman Papua. Tapi
saya yakin keberanian untuk mewujudkan akan berhasil,” ujarnya.
Sumber : Liputan6.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar