Kegagahan kaum pria bak tangguhnya sang Jayawijaya dan kecantikan eksotis kaum wanita bak alam yang merepresentasikan daratan surga dalam balut kemewahan kultur suku Hubula dapat anda temui di Desa Obia, salah satu desa wisata yang menjadi destinasi buruan para pelancong jika bertandang ke wilayah pegunungan tengah Papua.

Source : dailymail.co.uk / @gettyimages
Seperti yang diungkapkan oleh
Stebby Julionatan; Sejarah manusia adalah sejarah sepatu. Sejarah tentang
tempat dimana ia pernah berpijak dan menjejak. Maka alangkah bijaksananya
jika anda menyentuh kulit sejarah suku Hubula terlebih dahulu sebelum berpijak
di bawah gagahnya bumi Jayawijaya.
Jika kita
berbicara lebih spesifik akan asal-muasal Suku Hubula atau yang biasa dikenal
dengan suku Dani ini, sesungguhnya mereka berasal dari garis darah sepasang
suami istri penghuni danau di selatan Lembah Baliem yang berada di sekitar
kampung Maima. Dari hasil perkawinan mereka, lahirlah sepasang karunia berupa
anak yang mereka beri nama Woita dan Waro. Maka lahirlah aturan perkawinan yang
melarang pernikahan dengan kerabat suku Moety. Sehingga prinsip perkawinan yang
dipegang teguh oleh suku Hubula ini adalah prinsip pernikahan eksogami.
Beranak-cuculah
mereka sebagai kesatuan dalam suku Hubula yang dikenal sebagai petani terampil
dengan dibekali perkakas dari alam sebagai medium untuk bertani seperti kapak
batu, tulang hewan yang dimanfaatkan sebagai pisau, hingga tombak yang berasal
dari kayu galian bertekstur padat, kuat dan juga berat.

Hingga akhirnya Lembah Baliem yang terisolasi pertama kali ditemukan
oleh Richard Archbold yang merupakan pakar ilmu hewan dan filantropis asal
Amerika Serikat pada tanggal 23 Juni 1938 saat melakukan penerbangan di atas
lembah Baliem menggunakan pesawat terbang PBY Catalina 2 bernama Guba II dalam
ekspedisi ketiganya untuk menggali ilmu hayat ke New-Guinea.
Suku Hubula pun akhirnya diperkenalkan kepada dunia luas. Namun, tak
hanya mereka yang diperkenalkan. Tapi, mereka pun dengan terbuka memperkenalkan
budaya dan adat-istiadat yang begitu unik dan sakral. Dimulai dari cara
berkomunikasi yang terdiri dari tiga sub keluarga bahasa yaitu sub keluarga
Hubula Pusat yang terdiri atas logat Hubula Barat dan logat lembah besar
Dugawa, sub keluarga Wano di Bokondini, serta sub keluarga Nggalik dan Ndash
yang merupakan bagian dari keluarga bahasa Melansia dan bahasa Papua tengah
secara umum. Sedangkan konsep kepercayaan yang dipegang teguh adalah Atou,
yaitu kekuatan sakti para nenek moyang yang diturunkan secara patrilineal atau
diturunkan kepada anak laki-laki meskipun kini mereka telah menganut agama
Katolik dan Islam.
Budaya dan tradisi yang begitu
unik pun mereka perkenalkan kepada orang-orang yang menyambangi Lembah Baliem
seperti atraksi perang-perangan yang telah menjadi ciri
khas kehidupan masyarakat Lembah Baliem, upacara Bakar Batu, penggunaan Koteka yang berasal buah Labu
untuk kaum pria dan Sali untuk kaum Wanita, tempat tinggal bernama Honai, serta
peninggalan sejarah berupa Mumi para leluhur, dan masih banyak lagi yang
hingga akhirnya, dibentuklah Festival Budaya Lembah Baliem pada tahun 1989
sebagai wadah terorganisir untuk memperkenalkan berbagai warisan budaya, keindahan alam Jayawijaya, hingga potensi ekonomi kreatif demi meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Lembah Baliem. Festival yang diselenggarakan setiap
tahun ini pun akhirnya menggaung ke berbagai Benua dan
menjadi festival buruan para wisatawan dan fotografer lokal maupun manca
negara.
Desa Obia adalah salah satu tempat yang masih begitu ‘perawan’ akan
eksotisme budaya yang dipelihara masyarakat suku Hubula. Ditandai dengan
Honai-honai yang masih berdiri tegak, teknik memasak dengan bakar batu yang
masih terus dipertahankan, Koteka yang masih terus digunakan walaupun hanya
pada saat perayaan-perayaan dan upacara tertentu. Dalam kesehariannya, mereka
telah berpakaian layaknya orang di perkotaan. Nilai adat dan budaya masih terus
mereka jaga hingga detik ini. Itulah yang menjadikan desa Obia menjadi begitu
menarik untuk dikunjungi sebagai desa wisata di pegunungan tengah Papua.
Festival Budaya Lembah Baliem adalah momen yang sangat tepat untuk
menyaksikan dan mengenal lebih dalam akan warisan budaya yang menjadi jejak
peradaban masyarakat pegunungan tengah Papua.
Tahun ini, FBLB akan digelar pada tanggal 08-10 Agustus 2016 di Distrik
Walesi, dan dilanjutkan dengan Karnaval Budaya pada tanggal 11 Agustus 2016 di
kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya.
Tahun ini pun, FBLB tidak memungut biaya apapun untuk para wisatawan yang
ingin masuk ke dalam arena festival selama pagelaran ini berlangsung. Untuk
segala informasi lengkap tentang akses menuju festival ini, silakan klik link Transportasi dan Akomodasi.
Photo credit : dailymail.co.uk / @gettyimage
Tidak ada komentar:
Posting Komentar