
Kesuksesan itu akan mengikuti orang yang berani melampaui batasan di sekitar mereka.
Banyak yang berkata bahwa seorang sukses adalah
mereka yang berhasil mendobrak keterbatasan dan berani untuk menembusnya.
Itulah mungkin kalimat yang cocok untuk seorang Septinus George Saa. Di saat
banyak orang memandang sebelah mata putera puteri Papua karena dirasa jauh
tertinggal dibanding mereka yang berada di kota besar, pemuda ini justru terus
melejitkan karyanya sambil dengan bangga berkata “saya adalah Indonesia dan
Papua.”

Oge
kecil harus menempuh jarak sejauh 10 km dari rumah untuk sampai ke sekolah yang
biasanya ditempuh dengan menggunakan angkutan umum atau biasa disebut taksi.
Ongkos taksi saat itu adalah Rp 1500 untuk sekali jalan, berarti dalam satu
hari butuh sekitar Rp 3000 hanya untuk transportasi. Mama Oge mengaku sering
tidak bisa memberi Oge uang saku baik untuk transportasi maupun untuk jajannya
di sekolah. Menurut Nelce, kasihan juga bila sang anak harus menunggu waktu
pulang untuk makan di rumah dan harus kelaparan di sekolah. Septinus mengakui
emang ayahnya adalah seorang pegawai pemerintahan, namun sehari-hari keluarga
ini harus berkebun demi mendapat pemasukan tambahan.
Oge
kabur ke Jakarta demi mengejar prestasi pendidikan
Beruntungnya
Oge meskipun sering meninggalkan sekolah karena biaya, dia tetap bisa mengejar
ketertinggalan dan mempertahankan nilai-nilainya. Itulah yang kemudian menbuat
pria ini berkesempatan melanjutkan pendidikan di SMP dan SMA favorit. Sejak
duduk di bangku SMP, pria kelahiran Manokwari ini mengaku sangat menyukai mata
pelajaran fisika. Namun hal itu bukan berarti nilainya di pelajaran lain jelek
karena dia juga pernah menyabet juara pertama olimpiade kimia tingkat daerah.
Bisa dibilang prestasi ini adalah ujung tombak kesuksesan Oge.

Setelah
prestasi tersebut, George Saa diberikan kesempatan oleh pemerintah Provinsi
Papua untuk belajar di Jakarta. Namun sayang saat itu sang mama tidak
mengijinkan anak bungsunya untuk meninggalkan Papua. Tapi apa mau dikata,
niatan Oge untuk memperoleh ilmu yang lebih tinggi rupanya sangat kuat. Jadilah
dia memutuskan untuk tetap pergi ke Jakarta dengan bantuan sang kakak dan baru
mengabarkan tentang kepergiannya pada sang ibu ketika sudah ada di tangga
pesawat. Pastinya Nelce sangat kaget dan dia kabarnya tidak berhenti menangis
selama 2 minggu pasca kepergian Oge.
Mutiara hitam
dari Papua ini berhasil menyabet predikat bergengsi kelas dunia
Beruntunglah Oge
karena setibanya di Jakarta dirinya langsung digembleng oleh Profesor Yohanes
Surya selaku bapak fisika Indonesia. Sejak saat itulah pemuda Papua ini jadi
lebih sering menorehkan prestasi bertaraf internasional seperti peringkat ke 8
Lomba Matematika Kuantum India. Selain itu dia juga didapuk sebagai juara First
Step to Nobel Prize in Physics di Polandia saat masih duduk di bangku SMA.
Hasil risetnya terbukti menduduki peringkat pertama mengalahkan puluhan ahli
fisika dunia. Belum lagi ternyata karya ini dinilai oleh 30 juri dari 25
negara. Dari sini kemudian Oge membuat sebuah formula sendiri untuk karya
risetnya yang diberi nama “George Saa Formula”. Dan hal itu seketika membuat
tangis sedih sang ibu berubah menjadi air mata bangga.

Prestasi tersebut kemudian mengantarkan Oge belajar riset di Polish
Academy of Science di Polandia selama satu bulan. Prestasi Oge tidak hanya berhenti
di situ, karena setelahnya dia mendapat tawaran dari menteri pendidikan kala
itu untuk memilih universitas manapun di Indonesia tanpa mengikuti tes masuk
dan akan ada fasilitas belajar dari kampus tersebut untuk Oge. Saat dia
kebingungan memilih, datang lagi tawaran yang masuk padanya untuk memilih
universitas mana pun di luar negeri baik Afrika, Eropa, Amerika, dan lainnya
tanpa biaya sepeserpun. Akhirnya pilihan jatuh pada Florida Institute of
Technology dan mengambil jurusan Aerospace Engineering karena menurut saran
banyak orang Amerika adalah pilihan tepat untuk belajar serta melakukan riset.
Prestasi
tersebut kemudian mengantarkan Oge belajar riset di Polish Academy of Science
di Polandia selama satu bulan. Prestasi Oge tidak hanya berhenti di situ,
karena setelahnya dia mendapat tawaran dari menteri pendidikan kala itu untuk
memilih universitas manapun di Indonesia tanpa mengikuti tes masuk dan akan ada
fasilitas belajar dari kampus tersebut untuk Oge. Saat dia kebingungan memilih,
datang lagi tawaran yang masuk padanya untuk memilih universitas mana pun di
luar negeri baik Afrika, Eropa, Amerika, dan lainnya tanpa biaya sepeserpun.
Akhirnya pilihan jatuh pada Florida Institute of Technology dan mengambil
jurusan Aerospace Engineering karena menurut saran banyak orang Amerika adalah
pilihan tepat untuk belajar serta melakukan riset.
Pemuda ini ingin meneruskan perjuangan B.J. Habibie
George Saa sebenarnya dari awal bercita-cita menjadi seorang pilot,
namun kondisi mata yang minus membuatnya harus mengubur impian tersebut.
Kemudian pria ini dengan yakin mengatakan bahwa, “kalau tidak bisa menerbangkan
pesawat, saya harus bisa membuat pesawat. Setidaknya memahami teknologi pesawat
terbang.” Tak heran dia mengatakan hal tersebut karena ternyata selama ini pria
yang sedang mengambil studi S2 di Inggris ini merupakan pengagum mantan
presiden Indonesia, B.J. Habibie. Pria ini dari dulu menginginkan bergabung ke
institusi riset Indonesia demi menggabungkan teknik dirgantara dan teknik mesin
seperti yang selama ini ia pelajari.

Penerus Habibie [image source]
Kerennya
lagi, meskipun namanya sudah dikenal di luar negeri, George mengaku sangat
ingin berkontribusi lebih untuk memajukan Papua. Dia ingin semua anak Papua
dapat mengenyam pendidikan dengan gratis beserta fasilitas pengantaran dan
penjemputan serta makan siang setiap hari. Mengingat dulu dia merasakan
sulitnya untuk bisa sekolah. Dia juga ingin siswa SMP dan SMA diberi
pendampingan keterampilan khusus agar lebih mengetahui potensi yang dimiliki.
Septinus George Saa juga mengaku bahwa dia akan kembali ke Indonesia
seusai menyelesaikan pendidikannya S2 di Inggris ini. Sekalipun ada perusahaan
asing yang meminangnya dengan iming-iming besar, dia tetap ingin memajukan
daerah serta negaranya sendiri. Andai saja Indonesia dipenuhi oleh orang-orang
nasionalis seperti sosok Septinus George Saa, pastilah kita bisa lebih maju
dalam berbagai bidang. Pemuda ini lagi-lagi dapat mengingatkan kita bahwa
jangan pandang sebelah mata orang-orang dari suku, bangsa, dan agama lain
karena tidak menutup kemungkinan mereka memiliki potensi yang luar biasa untuk
memajukan negeri. Siapapun kita dan dari manapun asalnya, yang pasti tetap satu
Indonesia.
Sumber : Boombastis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar