Jumat, 16 Juni 2017

Mutiara Hitam dari Timur

Tak ada anak Indonesia yang bodoh. Itulah yang diyakini pendiri Surya Institute, Prof Yohanes Surya PhD. Berbekal keyakinan tersebut, dia merekrut 27 anak Papua secara acak, untuk digembleng di lembaga yang dipimpinnya. Kini, setelah 10 bulan, sebagian di antara mereka siap diterjunkan dalam ajang olimpiade(www.jpnn.com).

Inilah yang dinamakan pengabdian pada bangsa dan negara heuheuheu ya meskipun badan rada malas tapi tugas mesti dilaksanakan. Ditemani siaran Metro tv (secara gua tinggal di Kuala Lumpur dan kerja di KBRI ya syukurnya masih bisa nonton siaran tv swasta indonesia) gua menghabiskan detik demi detik hingga akhirnya ada satu program namanya “Genta Demokrasi” kebetulan ada liputan mengenai Yohanes Surya sedang mengajari beberapa anak papua tentang Fisika dan Matematika. Gua jadi tertegun tiba-tiba saja bulu kuduk merinding weits tenang dulu bukan gara-gara gua lihat hantu yang konon katanya sering nengokin petugas piket malam(amit-amit daaaaaaah) tapi ada perasaan bangga di dalam diri, terharu yang amat sangat betapa gua bangga menjadi orang papua.
Well gua sendiri merasakan bagaimana pendidikan yang ada di sana, terutama kesempatan untuk bisa ikut bersaing dengan propinsi lain dirasa sangat jauh. Kemampuan masyarakat untuk menerima pembaharuan, modernisasi dirasa masih jauh dari harapan. Jangankan begitu peralatan pelengkap untuk belajar saja masih terbatas, apalagi komputer hmmm waktu gua sekolah dulu itu barang paling mahal..internet aja baru gua tahu ketika kuliah.
Dipapua ada penggolongan untuk beberapa masyarakat, Papua 1 adalah anak-anak yang ortunya asli papua,lahir dan besar dipapua, Papua 2 adalah anak-anak yang lahir besar di papua meskipun bukan orang papua asli, Papua 3 adalah pendatang yang bermukim di Papua. Yach gua termasuk golongan Papua 2, tanpa rambut keriting dan kulit lebih sawo matang heuheuheu…jadi narsis begini. Kadang karna masalah inipun ada diskriminasi tertentu misalnya saja beasiswa. Untuk anak-anak Papua 1 yang berprestasi mereka boleh milih Kuliah dimana saja yang termasuk list Pemda dan dibiayai hingga lulus wew kadang-kadang gua berharap bisa merubah warna kulit  dan rambut demi segala kemudahan seperti itu.
Papua kaya dengan hasil bumi, mulai dari tembaga, emas, marmer, dll namun sayang masyarakat setempat masih belum bisa mengelola sendiri. Kalo ngomongin Papua itu ga terbatas hanya di Tembaga pura, Timika, Jayapura atau Wamena tapi masih banyak wilayah lain yang menyimpan kekayaan alam contohnya aja Nabire, tanah kelahiran gua dulu dikenal kota singkong karna loe mo nancep singkong di tanah manapun pasti tumbuh subur…ya asal jangan dipekarangan orang itu bencana namanya wkkkk…semenjak ditemukan emas kota gua berubah jadi kota emas.
Tapi dibalik semua kekurangan itu semangat anak-anak papua untuk bisa maju itu luar biasa. Mama yang seorang guru SD sering menemui anak papua yang asalnya dari pedalaman yang orangtuanya ga pernah sekolah sama sekali bisa mengikuti pelajaran dengan baik meski bukan yang terbaik mereka mampu mengikuti setiap mata pelajaran yang ada bahkan angka merah ga pernah mereka dapat.
Gua ga membahas tentang anak-anak papua yang ortunya pejabat itu lain hal keberuntungan bisa selalu berpihak kepada mereka ditunjang oleh derajat ortu mereka. Tapi gua melihat potensi anak-anak papua yang benar-benar kekurangan tapi dalam pendidikan mereka punya nilai lebih. Kebanyakan yang kurang mendapat perhatian dan kesempatan adalah anak-anak yang tinggal di pedalaman Papua. Sekolah saja reot dimana-mana, Guru jarang ada, ga ada fasilitas yang memadai tapi semangat mereka untuk belajar benar-benar luar biasa.
Pernah dengar kisah tentang “salomina berjuang meraih pendidikan” yang menjadi inspirasi  Anastasya Putri dan Anto Sukma Liputan 6 Siang yang berhasil mendapat penghargaan Adiwarta Sampoerna 2008, Film Denias yang disadur dari kisah nyata perjuangan anak Papua untuk mendapatkan pendidikan. Mereka adalah bagian dari sekian banyak anak papua yang berprestasi.
Foto beberapa anak yang kupajang di atas adalah anak-anak papua yang berprestasi, menyumbang medali emas diberbagai bidang olimpiade dunia,

Septinus George Saa (lahir 22 September1986) Mutiara Hitam dari Papua adalah seorang pemenang lomba First Step to Nobel Prize in Physics pada tahun 2004 dari Indonesia. Makalahnya berjudul Infinite Triangle and Hexagonal Lattice Networks of Identical Resisto.
Annike Nelce Bowaire (kiri gambar) adalah pelajar SMUN 1 Serui di Papua, Indonesia yang berhasil meraih medali emas atas makalahnya yang berjudul Chaos in an Accelerated Rotating Horizontal Spring di lomba fisika dunia, The First Step to Nobel Prize in Physics (FS) pada tahun 2005.
Andrey Awoitauw, peraih medali emas olimpiade sains nasional dan mengalahkan juara internasional dari jakarta Ivan Kristanto
salut sama Bapak Yohanes Surya yang mengangkat derajat anak-anak Papua lewat pendidikan terutama bidang matematika dan fisika seperti yang sering gua lihat di berbagai media. Gua harap ini bukan sementara tapi menjadi permulaan, kesempatan buat semua anak papua untuk bisa mendapat pendidikan yang layak dan pada akhirnya bisa meningkatkan taraf hidup mereka, kesejahteraan di tanah Papua bisa tercapai, wawasan mereka semakin maju untuk siap menerima segala pembaharuan, modernisasi tanpa melupakan adat yang sudah mengakar.
Sekali lagi gua bangga menjadi bagian dari mereka, dengan makalah hasil karya gua mengenai perkembangan IT di Kab. Nabire Papua, gua berhasil mendapat beasiswa penuh dari Univ Binus selama 3,5 tahun kul IT plus biaya hidup selama kul di sana. Teman sekelas gua yang asli Papua bisa jadi Asisten Dosen selama kul di UGM dan sedang mengurus tesis S2 nya, beberapa teman yang Papua 1 berhasil menamatkan kul kedokteran di beberapa Univ Negeri dengan beasiswa penuh, dan masih banyak lagi.
Dengan segala keterbatasan muncul ketekunan, muncul harapan, ada usaha, ada keinginan untuk merubah masa depan. Mereka juga bagian dari bangsa ini, mereka adalah mutiara hitam yang masih belum terasah, kilaunya masih pudar. Hidup mereka sangat sederhana, kebanyakan masih tinggal di Honai (rumah adat di Papua), asupan gizi mereka buruk, makanan pokok mereka ubi dan sagu. Terlepas dari segala permasalahan yang ada gua yakin kedepan bibit unggul akan bermunculan, penyumbang medali emas diberbagai bidang olimpiade akan bertambah, menjadikan mutiara hitam ini berkilau terang menerangi seluruh Papua.

Tulisan ini saya tuliskan untuk semua teman-teman dari Papua,
Saya bangga menjadi anak Papua





Ayob Inubat
Ayob Inubat

This is a short biography of the post author. Maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec vitae sapien ut libero venenatis faucibus nullam quis ante maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec.

Tidak ada komentar: