
Jika kita
membicarakan tentang Bumi Papua memang tidak habisnya mungkin sudah banyak yang
tahu tentang keindahan alam yang alamiah dan sedikit terjamah oleh pembangunan
tangan manusia. Berikut ini adalah beberapa pengalaman menarik yang saya
dapatkan selama berkeliaran di Bumi Cenderawasih, bagaimana keadaan kehidupan
sosial warga setempat, ada satu hal yang cukup membuat bersedih dan menjadi
sebuah ironi karena banyak anak-anak Papua yang tak dapat mengenyam pendidikan
sekolah. Sebut saja di daerah Kabupaten Sorong, Timika, Mamberamo, pengunungan
Jaya Wijaya, Merauke dan masih banyak daerah lain yang kondisinya sangat
memprihatinkan.
Kami
membutuhkan pembangunan desa, perbaikan jalan untuk mempermudah alat
transportasi guna mencapai tujuan, fasilitas pendidikan juga tidak kalah
pentingnya bagi kami, karena bagaimana pun juga kami menginginkan anak-anak
tumbuh dalam lingkungan yang berpendidikan dan kami butuh kepedulian dari
pemerintah dalam hal sanitasi kesehatan karena banyak penduduk mengeluhkan
mengalami sakit, dan lain sebagainya. Sekolah sudah terbangun sedemikan rupa
namun kurangnya tenaga pengajar alhasil anak-anak motivasi dalam belajar kian
kendor. Itu adalah testimoni dari warga yang bermukim di daerah Asmat. Papua.
Ditengah ketidakberdayaan sikap apatis para petinggi negeri.
Seperti
kejadian fenomena tentang pendidikan di daerah lain seperti Asmat.
Pembangunan gedung sekolah oleh Pemerintah Kabupaten tidak disertai
dengan kehadiran tenaga pendidik, sehingga banyak gedung sekolah yang
menganggur tanpa ada aktivitas belajar mengajar. Hampir dipastikan di daerah
Asmat sudah berdiri sekolah-sekolah namun terkendala penyebaran tenaga
pendidik yang umumnya menumpuk di ibukota distrik dan kabupaten. Dari 117
Sekolah Dasar yang tersebar di 8 Distrik, tercatat 800-an orang guru yang
sebagian di antaranya guru kontrak. Masalahnya adalah penyebaran yang tidak
merata
Umumnya
para guru yang ditempatkan di kampung selalu berdalih tidak ada murid, karena
ikut orangtua mereka ke hutan mencari makan. Namun saat ditanyakan kepada
kepala kampung, menurut Tuantana, mereka justru mengeluhkan ketiadaan guru
sehingga orangtua membawa anak mereka ke hutan. “Harus diakui bahwa guru
yang bersalah. Sebagai pegawai negeri harus berada di tempat karena mereka
dibayar untuk itu. Justru mereka harus mendekati orangtua dan kepala kampung
untuk melarang membawa anak-anak ke hutan, dan bukan guru meninggalkan
kampung,” urai Tuantana. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kabupaten Asmat, Gregorius Tuantana membenarkan kondisi ini sebagai bukti
kompleksitas permasalahan pendidikan di Kabupaten Asmat.
Sebagai
solusinya adalah memperbaiki sejumlah hal yang menyebabkan guru
enggan untuk tinggal di pedalaman Papua, seperti menyediakan
perumahanan yang layak, pembayaran gaji yang lancar selain memberikan tunjangan
daerah terpencil. Jadi terkait penempatan guru hanya di daerah kota saja tidak menyentuh
pedalaman seharusnya segera diatasi jika sudah menemukan formula yang tepat
untuk mengatasi masalah keengganan tenaga guru untuk mengajar di daerah
pedalaman & tepencil.
Harapan kami kedepannya prioritas utama adalah pendidikan berupa
pengadaan buku paket untuk guru dan murid serta membangun fasilitas
sekolah, sarana dan prasarana lainnya. Semoga ada perhatian khusus
terhadap pendidikan anak-anak Papua. Dan segera diperbantukan dengan
hadirnya tenaga pengajar yang berkompeten & mau untuk mengabdi mengajar
& mendidik anak-anak Papua yang haus akan dahaga ilmu pengetahuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar