![]() |
Bedah buku “Gunung versus Pantai dalam perspektif Nilai-nilai Hidup Bersama,” di Gedung UC UGM, Kamis (31/5/2016). (m.faried cahyono/kabarkota.com) |
Demo KNPB alias Komisi Nasional
Papua Barat pada 15 juni lalu mengertak Indonesia. Jutaan warga Papua di
seluruh Papua menyeruhkan suaranya untuk memberi dukungan kepada perjuangan
kemerdekaan West Papua, dItambah lagi dengan isu pelanggaran HAM Papua yang
diungkit di sidang Dewan HAM PBB di Genewa, Swiss pada 22 juni membakar jenggot
Indonesia. Masalah Papua sudah ada di meja yang lebih serius, apalagi jika
Papua sudah mendapatkan posisi sebagai anggota penuh MSG (Melanesian Spearhead
Group).
Hanya ada satu cara untuk
menghentikan langkah Papua merdeka. Langkah tersebut sudah biasa dipakai oleh
negara-negara kapitalis di seluruh dunia, langkah tersebut terlihat sangat
efektif dan langkah itu selalu berhasil diterapkan dilingkungan masyarakat yang
masih terbelakang pemikirannya.
Pada tanggal 24 juni kemarin
terdengar kabar bentrok antar kelompok di Jayapura yang diwarnai isu-isu asal
muasal. Tetapi beberapa infromasi yang saya terima mengatakan bahwa hal itu sandiwara
yang dimainkan Indonesia untuk memecah belah masyarakat Papua berdasarkan asal
usul entah gunung, pantai atau lembah bahkan.
Beberapa masyarakat yang
berasal dari Indonesia timur lainnya yang memiliki beberapa kesamaan dengan
orang Papua digunakan sebagai alat Badan Intelejen dan kepolisian republic
Indonesia. Mereka bersandiwara seolah-olah menjadi orang Papua, orang-orang itu
digunakan untuk memancing konflik, jika konflik sudah ada, mereka akan kembali
menjadi orang non Papua sementara orang Papua asli bermain dalam konflik yang
sudah diciptakan tadi.
Masyarakat Papua yang mudah
diprovokasi menjadi target utama, hal tersebut disengaja agar Papua runtuh
dengan sendirinya karena perpecahan didalam tubuh Papua sendiri.
Satu hal, memang kita ketahui
bahwa orang Papua ada yang berasal dari gunung, pantai, lembah hutan, kota dan
lain sebagainya, dan sebagai orang Papua seharusnya bersyukur untuk perbedaan
yang indah itu. Justru perbedaan itulah yang menjadikan Papua exist dan
tentunya perbedaan asal adalah hal yang wajar dan alami, dimanapun diseluruh
belahan dunia ada hal itu, tetapi jangan hal yang indah itu dikotori dengan
kerakusan akan kekuasaan, rasisme, fasisme dan kebencian.
Jangan justu perbedaan itu
digunakan untuk memecah belah kesatuan orang Papua.
Dan juga, isu asal seperti ini hanyalah ciptaan belaka untuk menambah isu
perbedaan.Anda tidak akan menemukan cerita Papua gunung pantai di PNG sekalipun.
Kalau Anda pelajari perjuangan
RMS (Republik Maluku Selatan), cara yang sama tetapi tidak persis dipakai untuk
dengan total mematikan pergerakan RMS. Perbedaan selalu dipakai untuk
menciptakan konflik internal, misal perbedaan asal, agama, suku, ras , Bahasa
dan banyak sekali perbedaan lainnya. Setelah konflik, RMS langsung kehilangan
gigi, NKRI menang, tetapi yang beperang bukan TNI tetapi masyarakat Maluku yang
memiliki perbedaan agama kala itu.
Apakah hal yang sama harus
terjadi? Apakah perbedaan asal gunung pantai dan lainnya harus menghentikan
perjuangan bersama dalam bingkai Papua? Tentu tidak. Kesadaran harus ada dalam
diri seluruh rakyat Papua, kesadaran akan pentingnya kesatuan dan bahaya
konflik internal. Konflik internal dapat melumpuhkan perjuangan Papua Merdeka,
sehingga Papua harus tetap bersatu dan tidak terprovokasi dengan permainan
Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar