Ilustrasi. Foto: Beko.
|
Tanah Papua sering disebut sebagai tanah Cenderawasih. Selain
itu, tanah Papua adalah daerah Otonomi Khusus (Otsus). Sebenarnya, tanah Papua
harus didiami orang pribumi atau orang asli Papua (OAP) yang berambut kerinting
dan hitam dari daerah Merauke sampai Samarai, baik dalam bidang pemerintahan
maupun pengusaha, dan lain-lain.
Jakarta adalah ibukota Negara Indonesia. Negara Indonesia mempunyai
tanggung jawab dan kewenangan yang diatur masing-masing pihak berdasarkan UUD
yang berlaku. Tapi, tidak diterapkan sesuai UUD yang ada. Sebagai contoh, orang
Papua banyak yang sedang kuliah di Jakarta dan sekitarnya. Ketika selesai
kuliah, mereka tidak diterima jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun honorer di
Jakarta.
Selain itu, orang Papua pergi dan kuliah di Jakarta, apabila tiba di
Jakarta, mereka mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP) sementara, bukan KTP
tetap. Hal tersebut membuat saya heran, karena orang pendatang
diutamakan di tanah Papua dalam berbagai bidang dan KTP yang mereka urus di Papua
adalah KTP tetap, bukan sementara.
Papua ini, berlaku aturan Otsus dan UUD, tapi tidak diterapkan sesuai
yang ada, malah menghancurkan peraturan itu sendiri. Seperti orang yang tidak
sekolah dan kuliah di Jakarta, coba diterapkan aturan yang berlaku di Jakarta.
Pemerintahan di Provinsi Papua sementara ini dikuasai orang pendatang.
Orang Papua jadi penonton setia. Hampir tiap hari, angka kematian orang Papua
meningkat. Hal tersebut terjadi karena disebabkan oleh beberapa hal tertentu
yang dilakukan Jakarta terhadap orang Papua.
Orang pendatang menguasai tanah Papua dalam berbagai bidang yang ada di
tanah Papua, seperti:
1) Bidang pemerintahan: Saat penerimaan PNS, diutamakan orang pendatang
baik kepala dinas, kepala bidang dan staf, maupun honorer.
2) Bidang usaha: Kios yang dibangun oleh masyarakat setempat tidak
diberikan bantuan sebagai modal kepada masyarakat. Akhirnya, kios yang dibuka,
terpaksa ditutup karena tidak diberikan uang modal. Selain itu, CV dipegang
oleh masyarakat, tidak diberikan proyek kepada masyarakat, tapi diutamakan
adalah orang pendatang.
Pemerintah provinsi, kabupaten maupun kota di Papua, seperti bupati,
camaat, dan kepala dinas perlu melihat hal ini dengan jeli, khususnya terhadap
para mahasiswa yang kuliah, bahkan kaum sarjana pengangguran yang selalu
meningkat di mana-mana. Pemimpin harus memakai dan memberdayakan mereka sesuai
kemampuan atau gelar yang diperoleh setiap mahasiswa yang ada di Papua.
“Karena kepentingan dengan orang pendatang, pemerintah Papua membiarkan
kebanyakan orang Papua menjadi penonton setia di atas tanahnya sendiri,
sehingga pekerjaan mereka sehari-hari adalah bandar togel, pemabuk, penghisap
aibun, tukang ojek, sopir, dan lain-lain.”
Hal di atas diungkapkan seorang masyarakat yang enggan menyebutkan
namanya di Kabupaten Dogiyai pada Agustus lalu.
Saat itu, dia menyampaikan rasa kasihan kepada mahasiswa Papua yang
sedang kuliah maupun pengganguran, karena tidak diterima sebagai honor pun di
kantor. Menurut dia, pemerintah Papua utamakan adalah orang pendatang, sehingga
pendatang menguasai segala bidang, baik pemerintahan maupun bidang lainnya.
Perkembangan Papua kini berbeda jauh dengan perkembangan Papua zaman
Belanda. Saat Belanda di Papua, tugas utama seorang pastor adalah memberitakan
kabar Tuhan. Tapi selain itu, pastor mengajarkan perkebunan, peternakan, dan
perikanan.
Pada saat itu, masyarakat Papua mengembangkan apapun yang diajarkan
pastor Belanda. Masyarakat Papua setia pada pekerjaannya, hingga saat ini yang
masih dipakai adalah perkebunan. Hingga kini, salah satu contoh yang nyata
adalah Ir. Didimus Tebai dengan Kopi Murninya di Moanemani, Kabupaten Dogiyai
yang disebut P-5.
Tapi sekarang, apapun diusaha atau pekerjakan orang Papua mati atau
macet, entah apa yang menyebabkannya. Sehingga, mereka tidak mengembangkan
usaha atau pekerjaan mereka.
Sebenarnya, pemekaran ada terjadi pada kabupaten yang ada di tanah
Papua. Tetapi, yang kita tidak pahami adalah tujuan dan fungsi daripada
pemekaran kabupaten tersebut. Bila dipahami sebaik mungkin, pasti saja di Papua
akan nampak pembangunan dalam pemerintahan maupun Sumber Daya Manusia (SDM).
Lantaran dipahami dengan tidak baik, sehingga kinerja pemerintahan dan
SDM macet hingga sekarang.
Tindak korupsi sedang merajarela di setiap kabupaten, bahkan tingkat
pengangguran meningkat. Daerah Papua didiami berbagai mahasiswa yang sudah
menyelesaikan pendidikan dengan gelar S-1, S-2, dan S-3. Oleh sebab itu,
pemerintah daerah yang ada harus berikan kesempatan kepada para pengangguran
yang berkeliaran di Papua. Hal ini dituliskan karena tujuan utama kuliah adalah
untuk mau jadi PNS.
Tetapi, honorer saja tidak diterima pemerintah, apalagi PNS sesuai
kemampuan atau keterampilan berdasarkan jurusan yang telah di perguruan tinggi.
Akhirnya, “mati”. Pemerintah Papua tidak memberikan kesempatan kepada orang
Papua, karena pemerintah setempat mengutamakan orang pendatang dalam berbagai
bidang yang ada di tanah Papua. Sehingga orang pendatang “kuasai” tanah
Papua secara perlahan-lahan. Papua dijajah, dibodohi, dan dikuasai oleh orang
pendatang.Kapan perubahan di Papua ada?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar