Senin, 12 Desember 2016

Pembangunan meluas, ruko dan kios pedagang migran makin banyak di Wamena

 
 Ruko di Jl. Trans Irian Pikhe, Kampung Likino Distrik Hubukiak, Kab. Jayawijaya – Jubi/Wesai 

Wamena - Mengikuti perkembangan pembangunan, para pedagang migran  atau penduduk non-Papua, khususnya pemilik kios dan atau ruko yang dulunya hanya terpusat di kota Wamena Kabupaten Jayawijaya, kini mulai melebarkan sayap hingga ke pinggiran kota Wamena.
Dari pantauan Jubi di lapangan fenomena ini terjadi di semua sudut kota Wamena, terutama areal yang menghubungkan kota dengan wilayah luar kota ke arah pinggiran.
Contohnya wilayah barat Wamena, jalan Homhom Moai, Distrik Hubikiak yang merupakan salah satu areal dengan perkembangan begitu pesat. Tahun 2005 silam wilayah ini masih tertutup hutan lebat, kios-kios hanya terlihat di sekitar pertigaan Jalan Homhom Moai dan Jalan Trans Irian, tetapi kini ruko dan kios terus dibangun hingga jarak sekitar 3 KM ke arah luar kota.
Setidaknya 350-an lebih kios dan ruko berjejer di pinggiran jalan wilayah Distrik Hubikiak. Hampir semuanya milik para pedagang migran.
Di sebelah utara kota Wamena pun demikian. Di sekitar Pasar Sinakma, Kampung Honelama maupun arah Distrik Napua Kabupaten Jayawijaya.
Rosin, salah seorang pemilik kios di Sinakma mengaku dia sudah menempati rukonya sejak tahun 2012 dengan cara kontrak tahunan dari pihak TNI. “Saya masih nona suda tempati ruko itu, tentara semua yang punya tanah ke atas itu, kita  kontrak. Sekrang suda pindah ke rumah sendiri ada ruko lagi, ruko lama juga tetap” kata Rosin, Ibu pemilik Ruko di Wamena kepada Jubi Rabu (02/11/16).
Ruko dan kios penduduk migran juga meluas ke sebelah timur kota Wamena, di Distrik Wouma, dan selatan kota Wamena, Distrik Wesaput dan sekitarnya. “Wesaput itu dari Kali Baliem sampai dekat bandara sini kios-kios itu orang pendatang punya semua. Itu mulai banyak baru-baru tahun 2014 kesini. Kali Baliem yang sudah ada jembatan itu nanti mereka  bangun disebelah lagi itu” kata Logo, seorang warga Distrik Wesaput yang ditemui Jubi Selasa (1/11).
Melihat kondisi tersebut Logo khawatir kedepan tidak ada peluang Orang Asli Papua (OAP) untuk berdagang sebagai mata pencaharian demi memenuhi kebutuhan hidup. “Ini bahaya orang pendatang dorang kuasai terus ini, kita mau buka usaha tapi mereka makin banyak” katanya.
Perlunya pengendalian
Senada dengan Logo, warga asli Papua lainnya,  Adam Wenente berpendapat pemberdayaan masyarakat asli Papua hanyalah proyek yang datang dan pergi atau “numpang lewat” saja, yang selalu dijanjikan oleh oknum-oknum di pemerintahan tanpa ada hasil yang nyata.
“Buktinya, semua perdagangan dikuasai pendatang, pinang pun mereka (pendatang) jual, minyak, tanah, bensin, kayu bakar. Lalu pemberdayaan itu mana? Pemerintah Distrik di luar kota ini juga tidak tegas, harusnya bikin aturan supaya jangan terus menyebar keluar” kata Adam.
Terpisah seorang tokoh Wilayah Adat Wio yang menjadi pusat pembangunan kota Wamena, Elgius Lagoan, mengatakan masyarakat asli wilayah adat suku Wio sejak lama tergeser ke pinggiran karena pembangunan pemerintahan di Jayawijaya bermula di Wilayah adat tersebut.
“Padahal kami yang punya ulayat disini belum memiliki hak ulayat sepenuhnya dikota ini, kami semua ada dipinggiran kota, itu yang buat sering terjadi sedikit kecemburuan diantara masyarakat, khusus untuk suku Wio” ungkap Elgius.
Terkait  penyebaran pedagang migran di Kabupaten Jayawijaya, Elgius Lagoan mengatakan sudah seharusnya para pihak di daerah ini memikirkan keseimbangan dalam hal berdagang maupun aktivitas pembangunan lainnya antara orang Papua dan para migran.
“Jadi tidak harus dimonopoli oleh warga pendatang, bikin ruko dan sebagainya, kita harap itu ada keseimbangan. Yang jelas kita sangat khawatir karena dengan adanya pergeseran (hingga ke pinggiran) maka kami rakyat disini akan terancam” katanya.
Lebih jauh Elgius Lagoan, yang juga anggota Komisi A DPRD Jayawijaya ini menegaskan, pemerintah perlu mengambil tindakan segera untuk melindungi masyarakat maupun hak ulayatnya yang tersisa sebelum habis total.  “Saran untuk pemerintah, tempat-tempat yang tersisa ini kita buat semacam perda begitu untuk melindungi hak ulayat masyarakat, dan aktivitas ekonomi mereka (OAP) supaya jelas” tandas Elgius Lagoan.



Ayob Inubat
Ayob Inubat

This is a short biography of the post author. Maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec vitae sapien ut libero venenatis faucibus nullam quis ante maecenas nec odio et ante tincidunt tempus donec.

Tidak ada komentar: