Ilustrasi
Menghadapi beragam situasi tidak aman,
pembungkaman ruang demokrasi, kekerasan terhadap rakyat sipil yang terus
berlanjut, meningkatnya kekuatan militer, menjamurnya korporat penghancur hutan
yang berlomba menguras isi bumi Papua, kita diperhadapkan dengan
pertanyaan
“Mengapa Noken Dan Perajut/Pembuatnya Harus
Diselamatkan”
Pertanyaan ini penting diajukan untuk
dapat menjawab hubungan antara keberadaan Noken dan masa depan peradaban orang
Papua, di tengah kebijakan dan pendekatan negara Indonesia yang represif dan
eksploitatif.
Sejak 4 Desember 2012, Noken ditetapkan
sebagai warisan budaya dunia tak benda dalam sidang United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization (UNESCO) di Paris, Prancis.
Pengakuan Noken merupakan suatu
kebanggaan bagi rakyat Papua, khususnya mama-mama perajut Noken.
Noken dalam pandangan orang Papua
merupakan simbol perdamaian dan juga kesuburan. Disebut dalam
beragam bahasa etnis Papua (sekitar 250 suku bangsa) dengan mengacu pada
pemahaman dan pengertian masing-masing sesuai dengan alam serta lingkungan
hidup mereka.
Misalnya, masyarakat suku Mee menyebut
Noken dengan “Agiya”. Di kepulauan Biak Numfor, Noken dalam bahasa Wos Byak
disebut “Inokson”. Orang Nabire, khususnya mereka yang tinggal di Harlens
mencakup Moor, Mambor, Hariti dan Ahe, menyebut Noken dalam bahasa Moor yaitu
”Aramuto”. Bagi orang Marind di Merauke, Noken disebut “Mahyan”.
Lain halnya dengan orang Dani di Lembah
Balien yang menyebut Noken dengan kata “Su”.
Meski disebut dalam beragam nama, namun
fungsi dasar dan manfaat Noken tetap sama, yaitu untuk menampung atau menyimpan
hasil bumi seperti petatas (ubi jalar), ubi (singkong) dan keladi, serta
perangkat dalam ritual adat. Noken juga digunakan untuk menggendong bayi dan
anak-anak babi. Hari ini, para pelajar menggunakan Noken untuk menyimpan buku
ke sekolah, bahkan sebagai cinderamata bagi para turis mancanegara maupun
lokal.
Dalam filosofi Papua, Noken
melambangkan ikatan batin antara ibu dan anak hingga mereka tumbuh dewasa.
Serupa ikatan antara ibu dan janin yang dikandungnya. Noken juga sering
dimaknai sebagai wujud curahan hati, kasih sayang dan penanda penting identitas
orang Papua yang kelak akan diwariskan kepada generasi berikutnya.
Noken penting untuk diselamatkan bukan
karena ia sekedar cinderamata. Menyelamatkan Noken berarti menyelamatkan orang
Papua, menyelamatkan warisan budaya orang Papua, menyelamatkan hutan dan alam
Papua yang menyediakan bahan baku, menyelamatkan bagian penting dari
keseluruhan kosmologi orang Papua yang sedang terancam.
Karena itu, noken harus diselamatkan
karena merupakan warisan budaya Papua dan juga warisan budaya dunia tak benda.
''Menyelamatkan Noken Berarti Harus Menyelamatkan
Perajinnya, Hutan, Bahan Baku Noken Yaitu Daun Pandan, Anggrek Dan Pohon''.
Itu artinya, menyelamatkan manusia dan
alam Papua adalah utama karena Noken adalah pembentuk karakter dan sumber
kehidupan manusia Papua.
Maksud dan Tujuan
Memperkenalkan budaya merajut Noken
sebagai identitas kebudayaan dan peradaban orang Papua ke kalangan publik
Jakarta.
Memperlihatkan hubungan antara
menyelamatkan Noken dengan kewajiban menyelamatkan manusia dan hutan Papua dari
segala bentuk kejahatan kemanusiaan dan alam.
Memperkenalkan rajutan Noken yang indah
dan unik, sekaligus kerumitan seninya.
Menunjukkan ancaman kelangkaan bahan
baku akibat pengrusakan alam sebagai penghambat kelestarian Noken.
Membicarakan nasib mama-mama perajut
noken yang makin terpinggirkan dan termajinalkan oleh kebijakan pembangunan.
Penulis : Ayob Tabuni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar