Tempat wisata Indonesia ini
bernama Pulau Mansinam Mungkin sebagian dari kita asing dengan nama ini. Namun jangan
salah, tempat ini merupakan sebuah tempat yang telah mendunia. Bukan hanya
karena keindahannya, latar sejarah juga menjadikan Mansinam sebagai salah satu
tujuan dari wisata religi umat Kristen Protestan di seluruh dunia. Pulau ini
merupakan bagian dari wilayah Papua Barat. Letaknya sekitar 6 Km dari
Manokwari. Untuk mencapai pulau ini hanya membutuhkan waktu 10 sampai 15 menit
menggunakan speed boat.
Setiap tahun pada tanggal 5 Februari, ribuan orang dari penjuru Papua
datang ke tempat ini untuk mengadakan perayaan memperingati kedatangan Ottow
dan Geissler. Siapakah Ottow dan Geissler?
Suatu ketika, Gaissler sakit hingga membuatnya harus meninggalkan Pulau
Mansinam. Gaissler memilih ke Ternate untuk memulihkan keadaannya. Sementara,
Ottow tetap tinggal di Pulau Mansinam. Ottow mulai melakukan pendekatan dengan
masyarakat melalui hubungan dagang. Ia membeli hasil-hasil alam Pulau Mansinam
dari penduduk, seperti kerang, teripang ikan, atau pun burung cenderawasih.
Kemudian ia menjualnya kepada saudagar dari kapal Van Duivenbode. Keuntungan
dari penjualan tersebut digunakan untuk membiayai kebutuhan hidup.
Pada tanggal 12 Januari 1856, Gaissler kembali ke Tanah Papua, ke Pulau
Mansinam. Mereka berdua bahu membahu untuk meneruskan misi menyebarkan Agama
Kristen. Gaissler yang memiliki keterampilan sebagai tukang kayu mengajarkan
Suku Numfor cara membuat rumah. Sedangkan Ottow memiliki kemampuan menenun yang
baik. Kemampuan menenunnya ia sebarkan di Mansinam hingga Suku Numfor mengenal
pakaian lalu mulai meninggalkan cawat maupun koteka. Keterampilan yang
diajarkan Ottow dan Gaissler pun menyebar ke Biak, Nabire, Wasior,
dan daerah Papua lainnya.
Tidak hanya itu, mereka juga mempelajari bahasa lokal suku setempat
kemudian menerjemahkan doa-doa ke dalam bahasa lokal tersebut. “Dua
rasul” bagi Papua ini juga mengajarkan Suku Numfor di Pulau
Mansinam membaca dan menulis. Awalnya suku numfor sangat sulit untuk
sekedar memegang pensil. Namun, kegigihan suku numfor yang didampingi dengan
kesabaran Ottow dan Geissler untuk bisa keluar dari kegelapan membuat mereka
bisa membaca dan menulis. Kemudian untuk mempermudah sosialisasi ajaran
Kristen, Ottow dan Geissler melakukan penerjemahan injil ke dalam bahasa
Melayu. Hal ini pun akhirnya menyebar ke daerah Papua lainnya. Inilah yang
menjadi cikal bakal masyarakat Papua lainnya mengenal ilmu pengetahuan.
Sekira beberapa km sebelum berlabuh di Pulau Mansinam, kita akan
melihat semacam tugu berbentuk salib. Itu lah sebuah prasasti yang diperuntukan
bagi jasa Ottow dan Geissler. Pada bagian bawah prasasti tertulis, Soli
deo Gloria. De Eerste Zendelingen van Nederlandsch Nieuw Guinee C.W. Ottow En
J.G. Geissler Zyn Hier Geland op 5-2-1855 (zending pertama untuk
Papua Ottow-Geissler tiba di sini 5 Februari 1855).
Namun, saya sendiri miris melihat Pulau
Mansinam. Sebuah
pulau yang menjadi awal peradaban orang Papua kini hanya memiliki satu SD,
yakni SD Impres Mansinam. Pelajar SMP dan SMA Pulau Mansinam harus menyebrang
ke Manokwari dengan menumpang perahu dan membayar Rp3000,- untuk
bersekolah. Infrastruktur tempat ini masih sangat kurang. Tidak ada jalan raya
di Mansinam, yang ada hanya jalan-jalan setapak.
Sayang sekali sejarah bangsa Papua ini tidak banyak
dikenal oleh bangsa Indonesia, karena memang sejarah Papua kurang mendapat
tempat dalam dunia pendidikan Indonesia. Buku-buku pelajaran sejarah di
sekolah-sekolah sangat sedikit membahas sejarah Papua. Bahkan siswa-siswa di
Papua lebih dijejali sejarah tentang kerajaan Majapahit, Sriwijaya, ataupun
kerajaan-kerajaan lainnya di Pulau Jawa.
Buku-buku sekolah banyak bercerita tentang legenda
sejarah kejayaan Majapahit, namun sejarah yang ada di Papua tidak ada. Kita
begitu mengenal legenda tentang Jaka
Tarub dan Bandungbondowoso dan Larajonggrang. Kedua legenda
ini bahkan telah banyak difilmkan dan di putar berulang kali di televisi
nasional. Namun kenapa legenda mengenai Ottow dan Geissler serta banyak
legenda-legenda asal Papua tidak demikian adanya?
Belajarlah dari sejarah untuk membangun bangsa yang
besar (Soekarno)
Ada ketidakadilan dalam hal ini. Terlalu banyak
kurikulum sejarah dalam pendidikan hanya dipadati oleh sejarah dan kebudayaan
dari Jawa. Menurut saya, Papua berhak untuk menampakkan eksistensinya melalui
sejarah yang mereka miliki. Saya yakin, masih banyak sejarah-sejarah yang belum
terpublikasi. Semoga akan banyak lagi pengetahuan-pengetahuan sejarah lainnya
mengenai Pulau Timur Indonesia ini. Untuk itu, mari
para traveler, selain menikmati pemandangan dari suatu tempat, hendaknya
kita juga mengumpulkan catatan-catatan sejarah mengenai tempat tersebut.
Sesingkat apapun catatan tersebut, pastilah berguna. Saya tunggu
catatan-catatan bersejarah tempat yang traveler kunjungi.
Sumber : ref indonesia.travel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar