Sejumlah
warga Papua memainkan alat musik Tifa di Bandara Mopah, Merauke, Papua,
Jumat (10/10). Alat musik Tifa merupakan alat musik khas dari Indonesia
Timur yang biasa digunakan untuk mengiringi tarian adat dan tarian
peperangan. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/ed/pd/14
Bicara mengenai alat musik orang Papua pasti banyak yang tahu atau
mendengar alat musik Tifa. Tifa ini mempunyai nama yang berbeda-beda sesuai
dengan bahasa setiap suku yang berada di tanah Papua dan sejarahnya pun berhubungan
dengan mite yang hidup tentang suku marga itu. Sebagai contoh, di
Kabupaten Jayapura ada mite yang menjelaskan tifa berasal dari langit, ada yang
berpendapat dari dalam perut bumi, sedangkan di kabupaten Biak berasal dari
hewan yang menjelma menjadi tifa.
Tifa adalah simbol perdamaian bagi masyarakat Papua tempo dulu. Bilamana
terjadi perang di antara suku-suku di Papua, para tetua adat lantas membunyikan
tifa untuk memanggil wakil dari kedua pihak untuk berdamai. Namun kini, tifa
tak lagi digunakan bagi suatu perdamaian. Tapi lebih digunakan dalam rituil
adat, seperti pesta adat, perkawinan, menyambut tamu-tamu penting dan
lain-lain.
Tifa merupakan alat musik khas Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku dan
Papua. Alat musik ini bentuknya menyerupai kendang dan terbuat dari kayu yang
di lubangi tengahnya. Ada beberapa macam jenis alat musik Tifa seperti Tifa
Jekir, Tifa Dasar, Tifa Potong, Tifa Jekir Potong dan Tifa Bas.Tifa mirip dengan alat musik gendang yang dimainkan dengan cara dipukul.
Alat musik ini terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya
dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan
kulit rusa yang telah dikeringkan untuk menghasilkan suara yang bagus dan
indah. Bentuknyapun biasanya dibuat dengan ukiran. Setiap suku di Maluku dan
Papua memiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing.
Tifa
biasanya digunakan untuk mengiringi tarian perang dan beberapa tarian daerah
lainnya seperti tari Lenso dari Maluku yang diiringi juga dengan alat musik
totobuang, tarian tradisional suku Asmat dan tari Gatsi.
Alat musik
tifa dari Maluku memiliki nama lain, seperti tahito atau tihal yang digunakan
di wilayah-wilayah Maluku Tengah. Sedangkan, di pulau Aru, tifa memiliki nama
lain yaitu titir. Jenisnya ada yang berbentuk seperti drum dengan tongkat
seperti yang digunakan di Masjid . Badan kerangkanya terbuat dari kayu dilapisi
rotan sebagai pengikatnya dan bentuknya berbeda-beda berdasarkan daerah asalnya.
Sejarah
Tifa
Konon di
suatu tempat di Biak ada dua orang laki-laki bersaudara yang bernama Fraimun
dan Sarenbeyar, masing-masing memiliki arti yaitu saren : busur dan beyar :
tali busur, jadi sarenbeyar berarti saren / busur yang telah terpasang anak
panahnya, fraimun artinya perangkat perang yang gagangnya dapat membunuh
(karena dia pernah membunuh).
Kedua kakak
beradik ini pergi dari daerah tempat tinggal mereka yang bernama Maryendi dan
berpetualang hingga sampai di daerah Biak Utara yang disebut Wampamber, karena
mereka melihat bahwa kampung mereka Maryendi ini telah tenggelam.
Keduanya
lalu tinggal menetap di Wampamber, hingga suatu malam mereka berdua pergi
berburu ke dalam hutan dan mendengar suara yang ternyata berasal dari sebuah
pohon yang disebut pohon opsur, yang artinya pohon atau kayu yang mengeluarkan
suara. Mereka lalu pulang ke rumah malam itu dan keesokan paginya kembali ke
tempat yang sama di dalam hutan hendak melihat lagi pohon opsur tersebut.
Ternyata pada pohon opsur itu terdapat juga lebah madu hutan dan sarangnya
serta soa-soa / biawak (lizard) yang hidup disitu. Keduanya lalu menebang pohon
itu dan membuat batang kayu seukuran ± 50 cm panjangnya.
Sejumlah warga Papua memainkan alat musik Tifa di Bandara Mopah, Merauke, Papua, Jumat (10/10). Alat musik Tifa merupakan alat musik khas dari Indonesia Timur yang biasa digunakan untuk mengiringi tarian adat dan tarian peperangan. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/ed/pd/14

Sejumlah warga Papua memainkan alat musik Tifa di Bandara Mopah, Merauke, Papua, Jumat (10/10). Alat musik Tifa merupakan alat musik khas dari Indonesia Timur yang biasa digunakan untuk mengiringi tarian adat dan tarian peperangan. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/ed/pd/14
Rupanya
mereka berdua memiliki keahlian khusus untuk mengerjakan kayu yang ditebang itu
menjadi sebuah benda yang disebut tifa (alat musik pukul atau ditabuh).
Keduanya tidak memiliki peralatan yang cukup lengkap, hanya peralatan sederhana
seperti nibong (sebatang besi panjang ± 1 m, bagian ujungnya tajam) untuk
mengeruk atau menggali bagian tengah dari batang kayu tersebut sehingga
terbentuk lubang sepanjang kayu itu membentuk seperti pipa. Selain dikeruk
dengan nibong, proses pelubangan dilakukan selang-seling sambil membakar bagian
tengahnya untuk hasil yang lebih bagus. Setelah itu mereka hendak menutup satu
sisi permukaan lubang (bagian atasnya) dengan sesuatu. Setelah berpikir maka
sang adik kemudian mendapat akal dan menyuruh kakaknya untuk menguliti sebagian
kulit pahanya sebagai penutup lubang kayu seperti yang mereka maksudkan. Sang
kakak berkata kepada adiknya kalau hal itu dilakukan akan sangat menyakitkan
dirinya. Kakaknya menyarankan agar memakai kulit hewan saja, yaitu kulit dari
soa-soa (sebutan di Papua) atau biawak yang pernah mereka lihat hidup di pohon
opsur itu. Tapi untuk menangkap soa-soa tersebut mereka harus menggunakan cara
khusus, yaitu dengan memanggil hewan itu menggunakan bahasa mereka (Bahasa
Biak), bunyinya ; “ Hei, napiri bo, ………” dan seterusnya, lalu soa-soa tersebut
mengangkat kepalanya pertanda dia mengerti akan maksud kedua bersaudara ini
yang hendak mengambil kulitnya, dia pun merelakan dirinya dibawa, maka Fraimun
& Sarenbeyar pun mengikatnya dengan tali dan membawanya pulang. Mereka
lalu menguliti soa-soa tersebut dan memakai kulitnya untuk menutup salah
satu permukaan kayu yang telah dilubangi itu, sehingga bagian yang ditutup
dengan kulit adalah bagian atasnya. Maka jadilah alat musik tabuh / pukul yang
dikenal sebagai tifa. (warisan budaya Papua)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar